Fikri's World

Saturday, December 4, 2010

He Is My Forever Love (part 5) oleh Tiara Ah

"Hooooooooy !!!" Teriak seseorang dari belakang Alvin dan Shilla. Kerena mereka belum berpacaran, Alvin dan Shilla refleks saling melepaskan pelukan masing-masing. 
Alvin dan Shilla menoleh. Mereka malu sekaligus senang. Karena orang yang dicari-cari ada didepan mata. 

Sembari melepaskan ransel yang ada dipundak Rio, Rio berkata "ngapain lo,lo pada mesra-mesraan depan rumah gue? Kagak ada tempat laen?" 

Alvin dan Shilla sedikit tertegun melihat gaya bicara Rio yang kurang sopan, seragam sekolahnya yang belum ia ganti sangat tidak beraturan. Sabuknyapun setengah terlepas. Dasi sekolahnyapun hanya disangkutkan dan tidak dipakai dengan benar. Apalagi mukanya yang benar-benar kusut. 

"Lo.. Abis dari mana?" Tanya Alvin membalikkan topik. 

"Hhh.. Terserah gue dong. Otak gue panas. Pingin dinginin otak. Mau masuk dulu?" Tanya Rio sambil tersenyum. Alvin dan Shilla membalas senyuman, mereka tenang sifat Rio tidak benar-benar berubah. 

"Boleh deh." Jawab Alvin. Tanpa ia sadari, ia merangkul bahu Shilla dan berjalan ke arah pintu depan rumah Rio. 
"Lho lho lho?" Shilla yang kebingungan hanya bisa bertanya-tanya dalam hati. Tapi ia menurut saja. Toh memang dia maunya begitu.. 

..

"Hhh.." Rio mendesah dan membantingkan dirinya pada sofa. "Mbok Ijah !" Panggil Rio setengah berteriak. Matanya melirik pada arah dapur. 

Tak lama kemudian, Mbok Ijah datang dengan sedikit membungkukan badannya. "Ada apa den?" Tanya si mbok.

"Bikinin minum dong mbok. Tiga." Jawab Rio ketus. Ia memejamkan matanya dan mengurut keningnya. Mbok Ijah mengangkat alisnya melihat tingkah laku anak majikannya yang tidak biasa. 

"I, Iya den.." Mbok Ijah berjalan ke arah dapur dengan masih merasa heran. Shilla melipat kedua tangnnya. Dan melirik ke arah Alvin. Alvin mengangkat bahunya tanda ia tidak mengetahui apa yang sedang dipikirkan Rio. 

Siiiiing ~
Keadaan menjadi hening. 

"Ify.." Ujar Shilla dan Rio bersamaan. 

"Lo dulu Shill." 

"Hm.. Yo.. Sebenernya Ify bisa lupa sama lo gara-gara waktu kecelakaan dia ntuh mikirin lo doang. Jadi cuma lupa sama lo." Jelas Shilla. Rio terdiam menatap Shilla dengan sikut menempel pada lututnya. 

"Udah tau." 

"O.. Oh.. Ma, maaf." 

"Ada masalah lagi." Kata RIo misterius. Alvin sedikit mencondongkan badannya ke arah Rio dengan kening mengerut. 

"Apaan?" Tanyanya. 

"Lo tau sendirikan Ify tinggal sendiri. Lo juga tau sendirikan Ify cuma ngontrak dirumah itu? Harusnya sekarang kontrakan Ify itu udah dibayar. Tapi ya Ify mau dapet duit dari mana coba? Em.. Lo pada liat kamar gue deh." Suruh Rio. Shilla menyenderkan punggungnya pada sofa mpuk yang ia duduki. 

"Emangnya ada apa?" Tanya Shilla.

"Lo liat aja sendiri." Rio beranjak dari duduknya dan meraih ranselnya. Ia menyangkutkan ransel pada pundak kanannya dan hendak menaiki tangga memutar yang tidak jauh dari situ. Shilla dan Alvin segera menyusul Rio. 

..

Sesampainya didepan kamar Rio, 
"Hhh.." Rio mendesah kembali sebelum membuka pintu didepannya. 

Clek , pintupun dibuka. 

Wow. Begitu terkejutnya Alvin dan Shilla. Kamar Rio yang bisa dibilang sangat sangat luas jadi terasa sangat sangat sempit. 
Perabotan rumah, 5 tas besar yang berisi penuh, lemari buku dengan banyak buku kumal, rak sepatu dengan sepatu diatasnya dan yang lainnya lagi . 

"I, ini apa?" Tanya Shilla dan mendekati salah satu tas-tas besar penuh itu. Walaupun Rio tidak menjawab, Shilla segera tahu jawaban dari pertanyaannya barusan. 

"Ini kan.... Baju Ify?" Tanya Shilla. 

"Kok bisa sih?" Kini Alvin ikut bertanya.

"Ify diusir dari kontrakannya gara-gara nggak bayar-bayar. Semua barangnya dikeluarin. Jadinya gue yang bawa. Gue gak tau mau gimana ngomongnya sama Ify." Jawab Rio dengan tertunduk. Ia bersandar pada ranjangnya. Terlihat jelas oleh Alvin dan Shilla bahwa Rio meneteskan air mata pertamanya dihadapan teman-temannya.

"Yo, lo mau ketemu Ify lagi?"

tok tok tok, pintu kamar Rio diketuk oleh mbok Ijah yang kesulitan membawa nampan berisi tiga gelas penuh air sembari mengetuk pintu.

Shilla membuka pintu tersebut. "Ah, mbok. Biar saya yang bawa. Makasih mbok." Ucap Shilla sopan. Mbok Ijah menyerahkan nampan tersebut pada Shilla dan segera beranjak dari tempatnya berdiri sekarang. 
Shilla meletakan nampan itu di meja belajar Rio. 

"Jadi Yo? Lo mau ketemu lagi?" Tanya Alvin mencoba mengingatkan Rio akan pertanyaannya tadi. 

Rio mengambil segelas penuh es jeruk yang dibuatkan Mbok Ijah dan meneguknya beberapa tegukan sebelum menjawab pertanyaan Rio. 
Setelah itu, Rio menyimpan kembali gelasnya. 

"Kayaknya besok aja. Ify kudu istirahat dulu." Jawab Rio. 

"Ooh, yaudah, gue cabut ya." Seru Alvin sambil mengambil gelas yang disuguhkan dan menelan habis es jeruk itu. Ia lalu mengambil kunci motor yang tadi ia letakan di atas kasur mpuk Rio. 

"Udah mau cabut lagi lo?" 

"Ya. Yuk ah." Ajak Alvin pada Shilla yang dari tadi diam saja. Shilla sedang asyik memandangi album foto Ify yang berisikan Ify, Shilla, Rio dan Alvin. Matanya berkaca-kaca. Ia berharap dapat mengulang waktu. Tanpa mengacuhkan ajakan Alvin, Shilla terus saja mengelus lembut satu persatu foto dialbum itu dengan jari panjangnya. 

"Shil?" Tanya Alvin dan menghampiri Shilla. Ia terjongkok dan menaruh telapak tangannya di lutut Shilla yang sedang duduk di kursi belajar Rio. Alvin mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Shilla. 
Shilla tidak bisa menahan tangis. Kedua telapak tangannya menutupi kepalanya. Shilla terisak. Bahunya sering kali bergetar. 

"Gue .. Gue nggak mau kayak gini.. Hiks. Kenapa ini harus terjadi sama Ify? Gue kangen Ify ... Gue mau Ify yang dulu. Heheuu.. Gue nggak mau kayak gini.. Hiks." Tangis Shilla. Air matanya yang deras membuat sungai kecil dipipi Shilla. Shilla membuka mukanya dan memeluk erat album foto milik Ify. Alvin mengeluarkan sapu tangan di saku celananya dan mengelapkannya pada pipi Shilla yang basah. 
Rio mengambil segelas es jeruk yang masih penuh dan menawarkannya pada Shilla.

"Minum dulu, Shil. Bukan cuma lo yang nggak mau kayak gini." 

"Huhuhu.. Hiks.. Huuaaa..." Shilla tidak hentinya menangis. Ia mendadak seperti bayi kecil yang kehilangan botol susunya. 

"Shil.. Minum dulu ya." Ucap Rio kembali. 

Praaang ! Shilla yang tidak bisa mengendalikan emosi melempar gelas tersebut. Kepingan gelas tersebut menggores pada lengan Alvin. 

"Ah.." 

"Shilla?" Tanya Alvin. 

"Gue mau Ify !! Plis siapa yang bisa ngasih Ify ?? Gue mau itu.. Huaaa !! Huhuhu .. Hiks !!" 

"Shill ! Bukan cuma lo yang mau Ify balik ! Gue sama Rio juga mau !!" Seru Alvin dengan nada membentak. Ia berdiri dari jongkoknya dan memegang kedua bahu Shilla. 
Shilla tidak bisa berkata apa-apa. Yang ia bisa hanya menangis . Sambil terisak, Shilla menyenderkan kepalanya pada bahu Alvin. Ia terus menangis meraung-raung. 

Sementara Rio, membantingkan diri pada kasurnya dan terus mengurut keningnya. Hanya Alvin yang masih bisa bersabar. 

"Mening sekarang kita pulang yuk, Shil?" Ajak Alvin sembari menjepitkan poni Shilla kebelakang telinga Shilla. 

Dengan mata membengkak, Shilla mengangguk kecil. 

"Yo. Kita pamit." Pamit Alvin. "Ya." Jawab Rio masih dengan mata terpejam. Alvin menghela nafas panjang. Ia tahu saat ini Rio sangat ingin menangis. Alvin merangkul Shilla dan keluar dari kamar Rio. Dan menutup kembali pintu kamar Rio. 

"Shill, lo harus bisa tegar ya? Kita harus semangatin Rio." Ucap Alvin. 
Shilla masih tidak menjawab dan lagilagi hanya mengangguk kecil. 

..

Sesampainya dirumah Shilla, Shilla turun dari motor Alvin. 

"Makasih Vin.. Maaf gue tadi nggak bisa ngendaliin diri." 

"Nggak apa-apa. Gue bisa maklum." Jawab Alvin dengan memegangi lengannya yang tergores cukup parah. Tidak sedikit darah kering oleh angin. 

"Um.. Vin.. Apa itu.. Gara-gara gue?" Tanya Shilla yang melihat luka kepunyaan Alvin.

"Ah.. I, Iya. Nggak apa-apa kok. Yaudah, gue cabut dulu ya." Pamit Alvin. Tapi jemari Shilla melingkar di lengan Alvin. Alvin menoleh, 

"Kayak gitu nggak bisa didiemin tau ! Gue obatin ! Sini masuk dulu !" Seru Shilla menyeret lengan baju Alvin. 

"Eh eh eh? Nggak apa-apa kok. Bukan sepenuhnya salah lo."

"Gue gak salah juga gue tetep mau ngobatin lo. Udah ah. Yuk." 

Alvin tidak bisa berkata-kata. Diobati oleh Shilla? Alvin mendadak kikuk. Sifatnya yang selalu stay cool sangat bertolak belakang dengan kikuknya sekarang. 

..

Di ruang tengah rumah Shilla , 

Alvin terduduk di sofa disana. Sementara Shilla mencari kotak obat. 

"Ortu lo mana Shil?" Tanya Alvin sambil melihat ke segala arah di ruangan itu. 

"Kerja. Minggu depan baru pulang. Gue cuma sama si bibi." 

"Oh .."

"Sini ! Mana tangan lo ?" Tanya Shilla yang sibuk membawa alkohol, betadin, perban dan yang liannya. Alvin menyembunyikan tangan yang terluka. 

"Kenapa?" Tanya Shilla.

"Kesanain dulu alkoholnya." Perintah Alvin yang takut dengan alkohol. 

"Hmpph.. Huahahahahahaa !!!!" Shilla tertawa lepas melihat Alvin yang selalu berlagak sok jagoan takut pada alkohol. Shilla dan Alvin jadi kejar-kejaran keliling rumah. Shilla mengejar Alvin dengan alkohol dan peralatan lainnya di tangannya. Alvin yang berlari sangat lincah sangat sulit untuk membanjurkan alkohol pada lukanya. 

"Hosh.. Hosh.. Lo mikir apa sih? Capek tau ! Kayak anak kecil aje..." Sindir Shilla yang merbaring di sofa. 

"Tau ah." Alvin memejamkan matanya di sofa yang sedang ditiduri Shilla. Niat jail Shilla tumbuh. Ia segera membanjurkan alkohol pada lengan Alvin. 

"Huuuuaaaaaaaa !!!!" Alvin refleks dan berteriak. Tangannya sangat nyut-nyutan akan alkohol. 

"Hua ! Hua ! Hua ! Lo jahat, Shil !" 

"Eh, niat gue baek ! Sini di perban !" 

"Huh !" Alvin pasrah karena alkohol telah mengenai lengannya. Berkali-kali jemari Shilla melingkar pada lengan Alvin untuk memasang perban. Perbannya cukup besar karena lukanyapun besar. Saat Shilla sedang sibuk seperti itu , 
Alvin menatap Shilla dalam. Ia seolah melihat bidadari bersayap halus dengan rambut panjang yang bergelombang. Bola mata Shilla yang terlihat lembutpun menjadi salah satu alasan Alvin menatap Shilla. Bibirnya yang merah, bulu matanya yang panjang, dan kulitnya yang putih. Tak pernah Alvin melihat wanita sesempurna itu dimatanya. 

Shilla menyadari bahwa ia sedang dilihati. Shilla memandang balik Alvin. Alvin tetap menerawang wajah Shilla. Alvin seolah masuk pada alam bawah sadarnya. Telapak tangan Alvin hampir saja menyentuh wajah Shilla. 

"Vin? Lo ngapain?" Tanya Shilla. 

Bruuush. Alvin tersadar. Sayap mungil di punggung Shilla itu seolah lenyap. Muka Alvin memerah. 

"Eh?" 

"Kok eh? Lo tadi ngapain?" 

"Kagak. Udah selese?" 

"Siip. Sekarang lo tinggal cabut. Besok jemput gue ya. Kita ke Ify bareng.." 

"Ngusir?" 

"Hus.."

"Huh. Yasud. Jam 9 pagi gue jemput lo !"

"Ya. Ati-ati di jalan.."

"Ya. Thanks ya.". Ketika Alvin sampai dipintu, "Eh, lupa !" Ucap Alvin. Alvin menghampiri Shilla dan lagi-lagi, Chu..

Shilla membalik menyembunyikan wajah memerahnya. Alvin hanya tertawa kecil. "Main cium aja !!!" Protes Shilla dalam hati. Tapi jujur ia bersukur.. Saat ia membalik, sosok yang ia ingin mendampinginya terus sudah berlalu. Shilla terlihat lega. Ia tersenyum dan berlari ke kamarnya. 

..

Esok harinya , 
Alvin dan Shilla sedang boncengan di tengah kemacetan Jakarta. "Duh.. Kok mecet.... Kan janjinya sama Rio jam segini." Keluh Shilla. 

"Iya nih..... Heuh !" 

..


Sementara itu di RS tempat Ify dirawat, tampaklah Rio dengan bucket bunga pinus kesukaan Ify dengan wajah cerah. Ia melangkah mantap kekamar 204 tempat Ify dirawat. 

..

Didepan pintu kamar, pintu sedikit terbuka. 
Rio melihat sosok yang sangat-sangat ia rindukan. Ify, pujaan hatinya. Tapi mukanya kusam ketika melihat Ify sedang berpegangan tangan dengan Gabriel, orang yang sangat dibenci Rio. 

"Iyel.. Kamu nggak akan pergi dari aku kan?" Tanya Ify yang obrolannya terdengar ketelinga Rio. 
"Nggak Fy." Jawab Gabriel sembari memeluk Ify. Rio yang melihat menyenderkan diri pada tembok dan terjongkok. Ia menutupi kepalanya dengan kedua telapak tangannya. Bucket bunga pinus yang dubawanya terjatuh. Rio beranjak dari situ dan meninggalkan bucket pinus pemberiannya, berharap Ify akan mengetahui bahwa itu adalah pemberian Rio. 

Rio juga tidak lupa menyelipkan secarik kertas bertuliskan namanya di bucket bunga tersebut. Sebelumnya, ia mencium bucket bunga pinus itu. Mencoba menggantikan Ify dengan bucketnya. 

"Mungkin gue udah nggak bisa. Semoga lo bahagia aja Fy. Lo seneng gue seneng." Ucap Rio setengah berbisik dengan menatap sedih Ify. 


**

0 comments:

Post a Comment