Fikri's World

Monday, December 6, 2010

He Is Me Love Forever (part 7) Oleh Tiara

Pagar terbuka secara otomatis begitu mobil yang ditumpaki Gabriel dan Ify sudah sampai di depan rumah Gabriel. Ify hanya bisa ternganga melihat halaman rumah Gabriel yang seperti lapangan bola. Rumah Gabriel yang amat-amat megah. Banyak pepohonan disana yang membuat hati terasa sejuk. Ify memandang semua arah disana. Gabriel hanya tersenyum tipis. 

"Yuk, Fy. Turun." Ajak Gabriel sembari menjulurkan tangannya. 

"Ah? Eh?" Ify terbangun dari lamunannya melihat bangunan semegah itu. 

"Ayo Fy.." 

"I, Iya.." Ifypun menjabat tangan Gabriel. Ify sedikit menuntun Gabriel untuk memasuki rumahnya. 

..

Clek, pintu dibuka oleh seorang Ibu setengah baya. 

"Ah.. Ma.." Ucap Gabriel sembari memeluk erat Mamanya itu. Mamanya membalas pelukan hangat anak satu-satunya. 

"Ma, ini yang aku ceritain." Ucap Gabriel dan menunjuk Ify. Ify jadi salah tingkah. 

"Um.. Eu.. Ha, Hai tan..te.." Sapa Ify. Sementara itu, Mama Gabriel terlihat sangat kaget. 

"Lho.. Lho? I.. Ini pacar kamu Yel ?! I, Ini kan??" 

"Nggak ma.. Cuma sekedar mirip." 

"O, oh.. Yaudah... Mama udah siapin kok. Sekolahnya juga bareng kamu. Kos-annya juga. Sementara ini, kamar kamu disana ya?" Ucap mama Gabriel ramah sembari menunjuk kearah sebuah ruangan yang terhubung dengan ruang tengah. 

"Ah? Makasih banyak tante.. Nanti saya cari kerja part time.." 

Mama Gabriel menghela nafas panjang mendengar Ify berkata seperti itu. Ia menempelkan telapak tangannya pada pundak Ify. 

"Gak usah Fy.. Anggap tante ortu kamu." 

Ify tertegun mendengar perkataan Mama Gabriel. Seolah baru mendapat kasih sayang orang tua untuk yang pertama kalinya. Selama ini ia tidak pernah terpikirkan akan orang tuanya. Dimana mereka? Ibu, Bapaknya yang sudah meninggalpun seolah tidak Ify ingat sama sekali. 

"Ma.. Makasih tante.." Ucapnya dengan masih setengah melamun.

"Ya. Kamu istirahat aja dulu ya. Anter dia Yel.." Suruh Mama Gabriel. 
Gabriel menurut dan mengantar Ify ke kamar barunya. 

Disana, Ify melihat kamar yang sungguh anggun bagi seorang gadis. Cat serba pink, dengan hiasan lainnya. Buku-buku yang tersusun rapi sangat indah untuk dilihatnya. Boneka-boneka tersusun pula di atas ranjang kasurnya. Ify penasaran dan membuka lemari besar disana. 
Betapa kagetnya Ify begitu melihat banyak gaun rumah cantik didalamnya. Tidak hanya gaun rumah, baju untuk keluar rumahpun tertata rapi. Ify membuka laci besar dalam lemari. 
Banyak sepatu model disana. Hampir semua sepatu ber-hak tinggi. 

"Ini.. Siapa yang punya, Yel?" Tanya Ify tanpa mengalihkan pandangan dari sepatu-sepatu cantik itu. 

Gabriel terlihat berat untuk menjawab. Tapi toh ia jawab juga, "punya lo semua, Fy.." 

Ify tentu merasa kaget akan jawaban Gabriel. 

"Hah? Masa??"

"Iya." 

"Duh.. Gak usah deh Iyel.. Setelah ini lo mau ngasih surpise apa lagi ke gue? Gue nggak punya apa-apa buat bales semua ini." 

Gabriel melihat ke arah Ify dengan tatapan lembut. Perlahan ia mendekat pada Ify dan membelai lembut pipi Ify. Ify memegang tangan Gabriel yang tengah membelainya. 

"Lo nggak usah sebaik ini sama gue , Yel.. Gue bener-bener nggak punya ap.." "Ssst..." Bisik Gabriel memetong kalimat Ify dengan menegakan telunjuk kanannya tepat didepan bibir merah Ify. 

"Lo jangan bilang lo nggak punya apa-apa buat bales semua ini. Gue iklas lakuin ini semua buat lo. Tapi kalo lo maksa minta sesuatu yang lo bisa kasih buat gue, gue minta, lo tetep ada buat gue, Fy." Balas Gabriel. Ify tertegun. 

Tak kuasa melihat Gabriel didepannya. Baru kali ini ia merasakan detak jantung yang tak menentu. Jemari Gabriel yang menyentuh jemarinya perlahan membuat jemari Ify berkeringat, panas. Ia merasakan sesuatu merambat pada wajahnya. Sesuatu yang panas. Masih Ify lihat Gabriel berdiri tegak didepannya tanpa merasa gugup. Senyumannya.. Membuat Ify makin tidak menentu. 

Ify memutar otak mencoba mencari balasan yang tepat untuk kata-kata Gabriel. Tapi tidak satu kalimatpun bisa ia susun dengan benar. Yang hanya bisa ia pikirkan adalah seorang dengan tatapan lembut didepannya. Ify menggigit bibir. 

Gabriel angkat bicara memecahkan keheningan diantara dirinya dan Ify, "Jadi lo gak usah ragu lagi sama gue ya?" 

Ify mengangkat wajahnya yang sempat tertunduk . Dan tetap tidak berkata-kata. Hanya membalas ucapan Gabriel dangan senyum. Yang berartikan 'ya'. Ify berharap, Gabriel mengerti arti dari senyuman itu. Gabriel balik tersenyum. Bertandakan mengerti akan senyuman Ify sebelumnya. 

"Gitu dong.." Goda Gabriel sembari mengacak-acak rambut Ify. Mencoba untuk mencairkan suasana. 

..

Sementara itu, ditempat yang lebih panas dari rumah Gabriel, yaitu kamar Alvin, 

.."Maksud lo apa ?" Tanya Shilla. 

"Udah ah.. Nggak usah dipikirin." Alvin membalik badan ke arah TV. Mencoba menyimak 'Upin & Ipin' yang sedang mereka tonton. Tapi pikirannya tidak fokus. Otaknya bercabang kemana-mana. Ups . Tidak kemana-kemana. Hanya pada Shilla. 

Sesekali Alvin melirik ke arah Shilla. Shillapun begitu. 

Sret, Alvin melirik ke arah Shilla dengan wajah masih menghadap TV. Begitupula dengan Shilla. Kini Alvin dan Shilla saling bertatap mata. 

"A.. Apa lo liatin gue?" Tanya Alvin sedikit gengsi karena ketahuan melirik diam-diam. 

"Elo juga ah.." 

Saat suasana sedang dingin seperti itu, ponsel Alvin berdering. Bertandakan SMS masuk. Alvin segera meraih ponselnya. 

"From : Rio Sok Ganteng Pacar Ify
Alvin? Disana ada Rio ?? Rio kok nggak pulang-pulang !? 
Ini dengan Tante Amanda. Lemarinya nyaris kosong. Rio kemana?" 

Alvin mengerutkan kening membaca SMS itu. Shilla penasaran dan mencondongkan badannya untuk sedikit lebih dekat dengan layar ponsel Alvin. 

"Siapa Vin?" 
Alvin tidak mengacuhkan pertanyaan Shilla. Toh Shilla sedang membaca SMS tersebut. 

"Lah? Rio kemana?? Bukannya kemaren ada dirumahnya ya?" Tanya Shilla. 

"Kagak tau gue juga, Shill. Hapenya ditinggal. Lemarinya kosong.. Apa jangan-jangan..." 

"Sst ! Ah ! Apaan sih lo , Vin ! Rio di RS kali? Kan sekarang harusnya kita juga di RS !" Seru Shilla mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak terjadi apa-apa. 

"Meningan kita susul sekarang?" Usul Alvin. 

Shilla terdiam sejenak. Mengingat saat punggungnya pegal-pegal. Terjebak macet. Di Jakarta. Shilla menggigit bibir. Ingin rasanya menolak. Tapi apa demi punggungnya ia tidak mengacuhkan temannya ? Tentu bukan Shilla namanya jika seperti itu. 

"Iya deh, Vin.." Jawab Shilla dan bangkit dari duduknya. 

Alvin segera meraih kunci motornya dan menarik pergelangan tangan Shilla. 

"Oma, aku pergi sebentar !" Pamit Alvin dengan berteriak. Ia berlari kearah motornya. 

..

"Cepet naek , Shill !" Seru Alvin yang sudah siap dengan helmnya. 

Shilla menarik nafas panjang , menyiapkan mental untuk pegal-pegal. Dan akhirnya menaiki motor Alvin.

..

Sesampainya di RS, Alvin dan Shilla segera menuju kamar rawat Ify. Kamar 204. Hati mereka harap-harap cemas , berharap ada Rio disana. 

Braak ! Alvin membuka paksa pintu kamar rawat 204. Alvin dan Shilla menatap aneh pada kamar itu. 

"Kosong?" Tanya Shilla setengah berbisik . 

"Lah kok?" 

"Cari siapa dek?" Tanya seorang dokter dengan jas putih yang nampak kebingungan melihat Alvin dan Shilla yang nampak kebingungan juga. 

"Ah, dokter Dave?" Tanya Shilla dan menjabat tangan dokter Dave. Itu lho ... Dokter yang memberitahu keadaan Ify. 

"Dok, kenapa kamar rawat Ify kosong?" Tanya Alvin to the point. 

"Loh? Ify? Baru saja tadi dia keluar rumah sakit.." jawab Dokter Dave sembari mengangkat bahu. 

"Hah? Kemana??" Tanya Shilla segera. Ia teringat akan rumah Ify yang sudah tidak bisa ditempati oleh Ify. 

"Ntah lah.. Saya kurang tahu. Yang saya tau, Ify pulang bersama... Um.. Aduuh.. Siapa itu? Pasien dikamar 207.. Um.. Gab.. Gabriel ! Iya Gabriel.." Seru dokter Dave sehabis memutar otak. 

Alvin dan Shilla saling pandang. Mencoba mengingat nama seseorang yang mengaku kekasih Ify. Dan nama Gabriel terlintas dipikiran mereka. 

"Hah !? Boleh saya minta alamat Gabriel , dok ?!" Tanya Alvin sembari mengguncangkan bahu Dokter Dave. 

"Aduh, maaf saya kurang tau. Ya sudah, saya masih ada pekerjaan. Saya pamit dulu.." Ucap Dokter Dave sembari berlalu. 

"Terus? Dimana Rio, Vin?" Tanya Shilla dengan wajah khawatir. Hampir saja Shilla yang cengeng itu menangis. 

"Ify juga.. Gimana sama Ify??" Tanya Shilla kembali. 

"Shill, tenangin diri kamu ya? Kita cari pelan-pelan." Hibur Alvin mencoba menghentikan bulir bening yang hampir keluar dari ujung mata halus , Shilla. 

Shilla menghela nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan. "Huuffft,,,"

"Vin.. Sekarang kita gimana?" 

"Ke rumah Rio aja dulu. Yuk." Alvin setengah menarik Shilla.

..

Setibanya di motor Alvin, Alvin dan Shilla meraih kedua helm yang tergantung di dtir motor. 

Alvin merasa aneh dan mengamati motor kesayangannya. Setelah menemukan masalahnya, 

"Yah.... Shill....." Ucap Alvin perlahan. 

"Apaan?" Tanya Shilla.

"Ban kempess.... Disini tambal ban dimana coba?" 

"Hah ?! Disaat kayak gini !? Aduh !! Motor lu kenapa sih ?! Kagak tau suasana bangeet..." Keluh Shilla sembari melepas helm. Ia melihat kesegala arah. Mencari tambal ban. Tapi sama sekali tidak terlihat. 

"Jadi gimana Shill?" 

"Hufft ... Udah badan gue pegel sama macet, ditambah ini. Ya mau gimana lagi.. Kita dorong sampe nemu tambal ban.." 

"Lo iklas dorong motor?" 

"Ogah !" 

Alvin mendorong pasrah motornya itu . Shilla yang melirik Alvin kepanasan dan kecapaian mengambil sapu tangan dari saku celananya. Dan mengelap keringat yang bercucuran di muka Alvin. Tanpa berhenti melangkah, Alvin diam-diam melirik ke arah gadis tinggi sempurna di sampingnya. Begitu Shilla menyadarinya, Alvin segera mengalihkan pandangan. Seolah menerawang kearah panjangnya jalan raya. Shilla merasa lucu.

"Sini gue bantu dorong.." Ucap Shilla. 

"Eh, jangan. Kasian tangan lo." 

"Bisa diajak kompromi tangan gue, mah.."

"Udah kagak usah. Noh didepan ada tambal ban.." 

"Syukur deh.." 

Alvin dan Shilla melangkahkan kakinya lebar-lebar ke arah tambal ban. 

Sesampainya disana, Alvin terlihat lega. 

"Bang , tambal !" Seru Alvin. 

"Aduh, mas.. Gasnya abis."

"Hah ?! Kok bisa ?!" Teriak Shilla refleks. 

"Iya. Alatnya rusak." Jawabnya lagi. 

"Aah... Disini tambal ban dimana lagi??"

"Disini doang, mas.. Ada sih.. Tapi sekitar 15 km-an dari sini." 

"Hah ?! Gila aja gue kudu jalan lima belas kilo meter ! Ogaaaaaah !!" Teriak Shilla sembari mengacak-acak rambutnya sendiri. 

"Ya emang gue mau ? Gue juga kagak, kali !" 

'Tiiiiid.. Tiiiid..' seseorang memijit klakson mobil secara nyaring. 
Alvin dan Shilla yang masih ngos-ngosan melirik ke arah mobil dibelakang mereka. 

Dari pintu belakang, turunlah sosok yang pernah dikenal Alvin. Dengan baju lengan panjang dan celana selutut, orang itu nampak keren. Apalagi dengan kacamata hitamnya yang baru ia lepaskan tadi. 

"Hei, masih lo pake motor lo itu?" Tanya orang itu menyindir kearah Alvin. Alvin sedikit tertegun dan menghampiri orang itu. 

"Cak? Ngapaen lo disini ?" Tanya Alvin sesudah bersalaman ala cowok. (tau kan) 

"Ya gue berhenti disini gara-gara liat lo yang menderita gini.." Jawab Cakka, teman lama Alvin. Cakka melirik keseorang dibelakang Alvin. Dan bertanya, 

"Cewek lo , Vin?" 

"Hah ? Siapa?" Kata Alvin balik bertanya. 

"Itu." Jawabnya sembari menunjuk Shilla. Shilla jadi sedikit salah tingkah. 

Alvin terdiam sejenak. Memikirkan apa jawaban yang tepat. Teman? Sepertinya lebih dari itu.. Pacar? Sejak kapan jadiannya? 
Alvin merangkul Shilla. 

"Temen gue.." Jawab Alvin santai. Tapi tidak dengan Shilla. 
Hatinya malau kacau saat Alvin berkata dirinya adalah 'teman'. 

"Ah.. Iya ya.. Gue kan cuma temennya Alvin. Ahaha .. Mikir apa sih gue .. Jadian aja beloom.. Tapi,, Yang selama ini tuh apa?" Tanya Shilla dalam hati. Ia memaksakan untuk tersenyum. 

"Iya kan Shill?" 

"I, Iya.." 

"Owh.. Gue kira cewek lo. Cocok sih. Kalo bukan cewek lo, boleh dong jadi cewek gua?"

0 comments:

Post a Comment