Fikri's World

Monday, December 6, 2010

He Is My Forever Love (part 8) Oleh Tiara

Rio tidak ada dirumahnya, Ifypun keluar RS tanpa pengetahuan Alvin dan Shilla. Ify dan Rio sama-sama menghilang!! -.-
Cakka yang tiba-tiba datang berkata ingin jadi pacar Shilla?
 

** 

"Apaan sih lo.." Ucap Alvin sembari memukul kecil bahu Cakka. 

"Hmph.. Kok jadi lo yang emosi?" Tanya Cakka. 

"He.. Heii.." Ucap Shilla. 

"Udah ah. Kidding kali .. Lo pada mau numpang mobil gue kagak? Motor lo yang kucel itu ntar supir gue yang urus." Tawar Cakka.

"Hah? Kucel lo kate?" 

"Kidd.. Yaudah naek." Seru Cakka. Alvin dan Shilla menaiki mobil Cakka. 

..

Di dalam mobil Cakka, 

"Vin, Lo gak sama temen lo yang pernah lo ceritain ke gue itu?" Tanya Cakka. 

"Hm? Yang mana?" Kata Alvin balik bertanya sembari melirik ke arah Cakka yang sedang menyetir. 

"Yang cowok. Yo Yo gitu.." 

"Rio kali, Vin.." Ucap Shilla mencoba bergabung mengobrol. 

"Owh.. Rio.. Nggak.. Emang kenapa?" 

"Kagak. Tadi gue liat dia. Kasian banget .. Sendirian, di pinggir jalan, lagi."

"Hah ?! Yang bener ??!!!" Tanya Shilla dan Alvin bersamaan. Tentu mereka bersikap seperti itu. Rio yang sedang mereka cari.. hampir ditemukan. 

"Tapi kayaknya bukan sih.. Yang tadi gue liat super kucel. Kagak kayak waktu di foto fb lo. Lagian, gue liatnya dari belakang.. Hehe." Jawab Cakka merasa tidak ada dosa. Alvin dan Shilla menghela nafas. Lalu kembali tersandar pada jok mobil. 

"Liat besok aja, Vin. Rio sekolah apa kagak.." Saran Shilla sembari melipat tangan didepan dadanya. 

"Ya." 


..


@ rumah Gabriel , 

"Ify... Iyel... Makan dulu..." Seru Mama Gabriel dari luar kamar. Mencairkan suasana antara Ify dan Gabriel. 

"Eh? I, Iya ma !" Balas Gabriel. 

Ify dan Gabriel menuju ruang makan. Disana sudah ada Mama Gabriel dengan senyumnya. Tapi mendadak pahit saat melihat Ify. Ify jadi tidak enak. 

"Ma.." Sapa Gabriel. 

"Ya. Mama tau." 

Ify hanya bisa bertanya dalam hati, selama ini, apa yang tengah dibicarakan Gabriel? Tapi Ify tidak mempunyai keberanian untuk menanyakannya. Wajah Ify memucat, Ify merasakan kepala yang ngilu. Ify bangkit dari kursi makannya. 

"Mau kemana, Fy?" Tanya Gabriel yang khawatir melihat Ify memegangi kepalanya. 

"Aku capek.. Mau istirahat dulu sebentar." Jawab Ify dan segera pergi kekamar barunya untuk membaringkan diri. Mama Gabriel yang khawatir juga memegang tangan anak satusatunya. Seolah sangat takut membiarkan Ify pergi. Gabriel hanya tersenyum tipis. 

..

Saat sedang berbaring, Ify terlihat sedang menerawang kejendela di sampingnya. 

Ia teringat akan sesuatu. Teringat akan laki-laki jangkung yang memaksa Ify untuk mengingat dirinya. Rambut pendeknya, mata lembutnya, suara halusnya, tatapan dalamnya, dan segalanya yang ada pada lelaki yang tidak lain adalah Rio itu. Ify mencoba memutar otak. Mengingatnya lebih dalam lagi. Tapi yang ia ingat hanya itu. 
Ify memaksakan dirinya untuk tidur. 

.. 

Pluk ! Sesuatu mengenai kepala Ify. 

"Aw!" Jeritnya. Ify segera menoleh kearah kertas bola itu dilemparkan. Dilihatnya Rio yang sedang terjongkok dibalik jendela kelas yang hanya sepinggang. 

"Baca." Ucap Rio sembari menunjuk kertas bola yang baru saja ia lemparkan. Dengan kesal , Ify membuka kertas itu. Dibacanya tulisan besar disana. 

'GUE MAU LO JADI CEWEK GUE. LO SENDIRI GIMANA?' Itu lah isi dari kertas tersebut. Ify ternganga. Wajahnya merah merona. Ia tidak berani memandang Rio yang tengah menunggu jawaban darinya. Rio yang keren itu? Yang dikagumi itu? 

Hup ! Rio meloncati jendela dan masuk ke kelas. Dikelas sudah tidak ada siapa-siapa. Hanya Ify dan Rio. Rio terduduk di depan Ify. 

"Mau gak, lo?" Tanya Rio santai. Walaupun jantungnya hampir saja copot karena sama deg-degannya. Tapi cowok ini memang gengsian dan pintar jaim. 

"Hm.. Gimana ya? Lo nembaknya aja kagak wajar gini.. Yang romantis dikit napa.." Protes Ify. 

"Ekhem.." Rio berdehem lalu merapikan rambut dan pakaiannya. Lalu memandang dalam Ify. 

"Ify cantik.. Mau nggak jadi pacar abang?" Ucap Rio selembut mungkin dengan sweet smilenya yang paling ampuh. 
Ify menutup wajahnya. 

"Gombal lo, Yo!" 

"Mau kagak??" 

"Adek mau kok, bang..." Jawab Ify membalas kegombalan Rio.

"Huahahahaa !! Lebih gombal lo, Fy !" 

"Hahaha !!" 

Setelah kejadian itu, Ify jadi senyam-senyum sendiri. 

..

"Fy.. Fy.. Lo kenapa?" Tanya Gabriel sembari mengguncang-guncangkan tubuh Ify. 

"Hihihi.." Ify tertawa kecil sembari tertidur. Membuat Gabriel semakin takut. 

"Fy ! Lo kenapa?? Udah mau makan malem nih !" Seru Gabriel kembali. 

"Um.. Uh?" Ify terbangun dari tidurnya. Dan melihat wajah yang dirindukannya. Ya. Wajah yang tadi ia mimpikan. Wajah Rio. Tanpa pikir panjang, 

Gyuut. Ify memeluk Gabriel. Dengan pelukan hangat sambil berkata "Rio.." Gabriel ternganga. 
Ify melepas pelukannya dan tersenyum. Tapi..

"Lho lho?" Tanyanya dalam hati. Rio yang ia lihat seolah memudar. Terganti dengan wajah Gabriel. 

"Fy ! Lo kenapa??" Tanya Gabriel nampak khawatir. Ify melirik kearah jam. Jam 7 malam? Berarti sudah 6 jam ia tertidur. 

"Ng.. Nggak.. Gue.. Mimpi. Tapi setau gue mimpi itu pernah gue alamin.." 

"Lo mimpi apa?" 

Tanpa mengacuhkan pertanyaan Gabriel, Ify balik bertanya "Lo kenal Rio nggak? Yang pernah maksa-maksa gue waktu di RS.."

DEG ! Gabriel melotot tak percaya. Ia takut Ify akan mengingat Rio. 

"Gue mimpi dia nembak gue. Tapi gue rasa itu nyata." Ucap Ify kembali. 

"Rio? Siapa tuh? Kagak.. Gue gak kenal. Perasaan lo aja kali, Fy.." 

"Iya.." 

"Makan dulu yok? Lo belum makan, 'kan dari tadi.." 

"Iya.." 

Saat berjalan keluar kamar, Ify melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah album foto besar. Baru saja Ify akan menyentuhnya, 

"Fy.. Ayo.." Ajak Gabriel kembali dan mengurungkan niat Ify untuk melihat album foto itu. 

"Ntar aja deh.." Batin Ify dan langsung beranjak ke arah meja makan. 

"Tante mana , Yel?" Tanya Ify begitu melihat tidak ada siapa-siapa di meja makan.

"Ke rumah nenek. Pulang lusa.." 

"Oww.." 

Ify dan Gabriel memulai makan malam.


*

Keesokan harinya , 

Hari Senin ini nampak panas. Alvin dan Shilla melangkahkan kaki kedalam sekolah sembario mengibas-ibaskan tangan mencoba mengundang angin. Tapi angin tidak bersahabat dan tidak datang sama sekali. 

“Shill .. Panas..” Ucap Alvin.

“Sama gue juga..” 

“Kipasin..” Pinta Alvin.

“Nyuruh lo? Eh??!!!” Tanya Shilla kaget. 

“Kenapa?? Biasa aja kali..” 

“Bu.. Bukan.. Bukan itu , Vin.. Ituuu..” Jawab Shilla sembari menunjuk sesuatu di belakang Alvin. Alvin menoleh.
Dan yang dilihat mereka adalah sosok yang sudah tidak asing bagi mereka. Sosok lelaki dewasa yang sedang dicari-cari. 

“Rio !!” Seru Alvin dan Shilla sambil berlari sekuat mungkin mengejar Rio. Rio tidak berpakaian seragam, melainkan kaos putih polos biasa dengan celana jeansnya. Dan sedang menggendong ransel penuh. 
Nampaknya Rio tidak mendengar sahutan Alvin dan Shilla. 
Alvin dan Shilla terus menyusul Rio. 
Mereka merasa aneh dengan dandanan Rio. Apalagi tempat yang dituju Rio dengan membawa amplop putih.

Pluk. Alvin menaruh telapak tangannya di bahu Rio. Rio menoleh. 

Alvin terlihat puas dan memeluk sobatnya itu. Shilla tidak kalah senangnya. 

“Lo kemana aja Yo?? Kenapa kagak pake seragam. Haduh .. Kemana-mana bilang dulu dong!” Seru Alvin. 

“Iya nih .... Punya hape di bawa-bawa dong, Yo !” Sambung Shilla. 

Rio hanya diam. 

“Diem lo!” Serunya. Alvin dan Shilla terlihat sedikit kaget. 

“Ri.. Yo?” Tanya Shilla. 

Alvin menyambar amplop yang tengah dipegang Rio. Alvin melotot melihat depannya. 

“Surat mengundurkan diri??” Tanyanya dalam hati. 

“Yo! Apaan ini ??” Tanya Alvin sedikit mendorong bahu Rio. 

“Lo nggak berhak tau!” Jawab Rio mengambil alih amplopnya. 

“Apaan itu?” Tanya Shilla. 

“Masa cuma gara-gara kagak ada cewek lo di sekolah , lo sampe ngundurin diri dari sekolah?! Lo bukan Rio yang gue kenal !” Seru Alvin. 

“Cuma?? Cuma lo bilang ?! Cuma? Apa perasaan lo kalo disekolah luas ini kagak ada Shilla?? Lo mau ngapain ??!” 

Alvin tertegun. Apalagi Shilla yang merasa namanya dibawa-bawa. Alvin menatap pedih kearah Rio. Berharap Rio kembali menjadi dirinya yang semula. 

“Tentu gue sedih. Cewek yang gue sayang nggak ada di samping gue. Tapi gue nggak LEBAY kayak lo. Gue berusaha cari Shilla kemana-mana sampai ketemu. Bukan dengan cara salah kayak gini!!” Seru Alvin.

Kini Shilla tidak dapat berkata-kata. Sayang? Alvin? Sayang? Shilla? Alvin sayang Shilla? Nafas Shilla seolah terhenti. 

“Lagian .. Tujuan utama gue buat kerja. Kerja buat ngasih tempat layak buat Ify.” Ucap Rio dengan suara melemah. Alvin mengerutkan kening. 

“Hey Yo.. Lo sadar dong ortu lo tuh super tajir. Lo bisa beli apapun dengan mudah! Termasuk tentang Ify!” 

“Lo gak ngerti perasaan gue Vin.. Gue sakit..” Ujar Rio tangannya yang dikepal tertempel pada tembok. Alvin memaksakan tersenyum. Lalu mendekati Rio. 

“Yo.. Gue ngerti perasaan lo. Gue sangat ngerti.” 

“Gak !! Lo sama sekali nggak ngerti penderitaan gue!!!” Bentak Rio sembari mendorong Alvin. 

“Rio?” Tanya Shilla. 

“Kalian nggak ngerti !! Lo pada nggak bakal bisa ngertiin gue!! Buktinya kalian pacaran, jadian disaat gue en Ify lagi rumit! Disaat gue dan Ify lagi menderita, sedangkan kalian seneng-seneng??!!” 
Kini Rio mulai tidak bisa mengendalikan emosinya. 

Shilla tidak bisa menahan air mata dan ketegangannya begitu melihat kedua temannya bertengkar seperti itu. Sembari menangis , Shilla berkata, 
“Kita menderita yo.. Kita temen. Semua kita lalui bersama. Kamu jangan beranggapan kita seneng dengan keadaan yang kayak gini. Dan lo salah paham tentang hubungan Alvin en gue. Gue en Alvin nggak pac..” 

“Diem lo Shill !! Gak usah so nasehatin gue ! Gue nggak butuh semua omong kosong cewek nggak berguna kayak lo ! Cuma bikin telinga gue rusak tau gak sih!?” Bentak Rio. Shilla tertegun. Kaget. Takut. Rasanya ingin bersandar pada sesuatu yang dapat membuat hatinya tenang. Dan tatapannya tertuju pada Alvin. Seolah meminta pertolongan. 

Alvin marah. Tidak terima Shilla dibilang tidak berguna. 

Sreet. Alvin mengangkat kerah kemeja Rio. Rio sedikit terangkat. 

“Apa lo bilang tadi?? Lo mikir nggak Yo ?! Jujur gue gak suka, gue kecewa sama lo yang sekarang!!” 

“Tuh kan ! Lo aja gara-gara Shilla gue hina lo juga jadi kayak gini kan ?! Gimana gue ?!” Teriak Rio sembari melepas genggaman Alvin. Rio memasuki ruang KepSek.
Alvin terlihat pasrah. Selama ini tidak ada yang bisa menghentikan emosi Rio kecuali Ify. Alvin bangkit dari tempatnya dan mengajak Shilla yang masih menangis menuju kearah kelas. 

Sesampainya didepan kelas B, Alvin tersenyum kearah Shilla.

“Tenang aja ya Shill, semua pasti ada jalan keluarnya.” Ucap Alvin sembari menghapus air mata Shilla. Tapi bulir bening itu tetap mengalir membasahi pipi lembut Shilla. 
Alvin memegangi kedua pipi Shilla dan mendekatkan wajahnya pada Shilla. 

“EKHEM.” Sindir Pak Duta. Hampiir saja bibir Alvin tertempel pada kening Shilla. Alvin melirik ke sumber suara.

“He. He. Pak. Duta. Hai. Pak.” Sapa Alvin yang terlihat gugup. Tanpa panjang lebar, Alvin segera lari ke arah kelas A. Sementara Shilla tersipu malu. 

“Huh. Anak muda. Sudah Shilla, sana masuk kelas!” Suruh Pak Duta. 

“I, Iya pak..” 
Shilla memasuki kelasnya. Dilihatnya bangku kosong dibelakangnya. Pedih.. Ingin menangis lagi rasanya. Ya. Itu bangku yang biasa diduduki Rio. Dan kini mungkin tidak akan diduduki Rio lagi. Dengan langkah yang terasa berat, Shilla melangkahkan kaki ke arah bangkunya. 

Ia menunggu bosan guru yang mengisi jam pelajaran pertama dihari Senin ini. Sembari menunggu , Shilla sesekali menengok ke arah pintu ruang Kepsek yang terlihat dari kelas B. 

Shilla tertegun melihat Rio yang membanting pintu itu. Wajahnya kusam. Dibelakang Rio nampak Bu Ira yang berlari kecil mencoba menghentikan Rio. Tapi sudah terlambat. Bu Ira sang kepsek merasa sayang kehilangan Ketua OSIS sekolahnya yang dibangga-banggakan. 
Shilla mengangkat lehernya. Berusaha melihat lebih jelas. 

Pikirannya kacau. Ia terpikirkan bahwa Rio tidak akan pulang ke rumahnya. So, kalau tidak dikejar dari sekarang, Rio akan susah ditemukan. Tanpa pikir panjang, Shilla segera berlari kekelas Alvin dan menarik lengan Alvin. 

“Apaan sih lo , Shill ??” Tanya Alvin di depan gerbang sekolah. 

“Kita harus kejar Rio, Vin ! Atau kalo nggak , kita nggak bisa ketemu Rio lagi !!”

“Ya bodo amat ! Dia bukan temen gue sekarang !!” 

“Al.. Vin?? Hiks... Aku mohon .. Aku mohon jangan kayak gini Vin.. Hiks.. Jangan..” Tangis Shilla. Shilla terlutut di depan Alvin. Sedangkan Alvin yang sudah dukuasai emosi tidak mengacuhkannya. 

“Vin.. Lo mau kan?? Mau kan Viiin???”
*saya susah menggambarkan orang nangis. Bayangin aja Kamila nangis ya!*
Shilla memegangi tangan Alvin dan melihat keatas, kearah wajah Alvin. Alvin mengalihkan pandangan tidak ingin melihat Shilla. Malah Alvin melepas genggaman Shilla. Shilla kaget. 

Tapi ada seorang yang menyuruh Shilla untuk berdiri. Shilla menoleh, dilihatnya Cakka yang tengah berdiri membantu Shilla . 
Setelah Shilla berdiri, Alvin melirik. 

“Vin , lo ngebiarin gitu aja cewek berlutut didepan lo sambil nangis kayak gini?” Tanya Cakka. Alvin heran melihat seragam Cakka yang sama dengan yang dipakainya sekarang. 

“Bukan urusan lo.” 

“Kenalin, gue murid baru disini.” Ucap Cakka basa-basi. Shilla semakin takut. Tidak tahu apa yang seharusnya ia lakukan sekarang. 

“Vin.. Sekarang lo mau kan?” Tanya Shilla pelan. 

“Ogah !” Bentak Alvin. Shilla kaget. Takut, takut, takuuuut... 

“Biar gue yang anter , Shill. Sini tangan lo.” Ajak Cakka sembari mengangkat tangannya. Shilla melihat ke arah Alvin. Alvin lagi-lagi mengalihkan pandangan. 
Terpaksa Shilla menerima tawaran Cakka. Dengan tangan gemetaran, Shilla menjabat tangan Cakka. Dan bergandengan menuju mobil Cakka. Walau itu bukan mau Shilla. Sesekali Shilla melirik ke arah Alvin.

“Cih !!” Seru Alvin lalu kembali kedalam kelasnya. 
Tak disangka , persahabatan yang seperti rantai itu hancur berkeping-keping. Tidak ada satu rantaipun yang masih tersisa menyambung. 


**

0 comments:

Post a Comment